Chinese People Don't Say Thanks, Updated

Orang chinese gak suka mengucapkan terima-kasih. Judul yang terkesan offensive? Mungkin langsung terlintas di benak anda bahwa saya tidak menyukai chinese? Wow.. sebaiknya tahan dulu kecurigaan anda dan ijinkan dulu saya bercerita.

Akhir-akhir ini memang saya selalu berada pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk sekedar update blog. Bahkan beberapa draft yang sudah jadi masih urung saya pub lish diantaranya kelanjutan cerita bersambung "sebuah paket". Tapi kejadian malam ini sunguh menggelitik dan memaksa saya mengabaikan hal lain dan memutuskan untuk menuliskan "sentilan pengalaman" ini yang entah mengapa menjadi terasa begitu urgent di benak saya.


Jam 11 malam, saya pergi ke KFC di jalan Gajah Mada Pontianak. Maksud hati hendak mengganjal perut yang belum terisi sejak siang kemarin. Barisan antrian yang semerawut (seperti layaknya kebanyakan antrian di negeri kita) dan tampak tak teratur tampak di depan salah satu kasa dari sekitar 4 kasa yang ada karena memang belakangan saya tahu bahwa hanya kasa itulah yang melayani pembeli.  Mayoritas pelanggan yang saya lihat adalah chinese, dan saya gak merasa canggung sedikitpun karena toh saya pernah mengalami satu fase dimana saya hidup bersama chinese dan 99% orang yang saya kenal waktu itu adalah chinese.

Di sebelah kanan kasa yang dikerumuni orang dengan antrian semrawut tersebut saya melihat ada ib u-ibu chinese seorang diri menghadap ke kasa yang tak ada pegawainya. Saya berfikir bahwa pelayan kasa itu sedang mengambil pesanan jadi tanpa pikir panjang saya segera mengambil posisi dibelakang ibu tersebut dengan asumsi bahwa di kasa ini antrian lebih pendek. Tapi kemudian mimpi buruk pun terjadi, setelah. sekian lama menunggu tanpa dilayani, pelayan di kasa dengan antrian semrawut tersebut memberikan instruksi agar kami pindah ke antrian semrawut karena kasa tersebut memang tidak buka.



Sejenak terlintas kesal kenapa baru mengabarkannya setelah kami berdiri lama padahal pelayan itu jelas sekali melihat kami membentuk antrian disana semenjak lama. Tapi saya pikir mungkin pelayan tersebut berkonsentrasi melayani pelanggan, ini tengah malam dan saya pikir kelelahan bisa saja terjadi dan itu bukanlah sebuah kesalahan yang patut di besar-besarkan.

Si ibu chinese tampak tidak begitu senang, lalu saya secara spontan berkata,

"yah.. padahal dah nunggu lama yah bu".

Kalimat itu begitu saja terlontar karena memang saya merasa ada unsur senasib antara saya dengan si ibu. Dan si ibu hanya memandang saya sekilas, tanpa kalimat apa-apa.

Karena saya berada di belakang si ibu, maka tentunya saya lebih dulu masuk ke antrian semrawut di kasa sebelah daripada si ibu, dan saya mendapatkan tempat di depan, sementara si ibu chinese di belakang saya.
Akhirnya saya tenggelam dalam antrian chinese, saya baru sadar karena semua berbicara dalam bahasa teochew yang sedikit-sedikit saya mengerti artinya.

Karena saya merasa bahwa pada antrian di sebelah tadi si ibu chinese ada di depan saya, dan mengingat dia sudah ibu-ibu, maka saya dengan penuh niat baik mempersilahkan si ibu chinese untuk memesan lebih dulu. 
Si ibu chinese kembali hanya melihat saya sekilas tanpa ekspresi, memesan, membayar dan berlalu, tanpa satu patah katapun.

Kejadian ini memantik ingatan saya, betapa saya bergaul dengan begitu banyak chinese. Saya yang mereka panggil "huan nang" ini telah begitu lama mengagumi dan menyukai budaya chinese. Dan satu yang hilang adalah kebiasaan mengucapkan terima kasih.

Saya memutar kembali rekaman di kepala saya untuk mengingat ingat kata2 terima kasih yang saya dapatkan dari chinese2 yang saya kenal. Dan entah mengapa saya yakin sekali bahwa kalimat terima kasih begitu langka saya dapatkan dari chinese.

Kembali saya ingat bahwa berdasarkan pengalaman saya, para "teng nang" atau "hak nyin" (kalau tidak salah begitulah sebutan untuk orang chinese dalam dialek teochew dan khek) memang akan sedikit berhati hati terhadap "huan nang" atau orang pribumi. Dan mereka memang jauh lebih terbuka terhadap orang "La khia" (dayak) daripada terhadap "huan nang" dan "soakhoi" (sebutan untuk etnis madura).  Hal ini saya fahami bahwa memang etnis dayak memiliki lebih banyakl kemiripan dengan etnis tionghua baik dari segi agama dan apa yang boleh dan tidak boleh.  Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa sikap si ibu chinese tadi kemungkinan karena saya adalah huan nang dan si ibu tersebut merasa canggung berinteraksi dengan saya. Saya memaklumi itu.

Tapi kembali pemikiran ini termentahkan karena saya mengalami kehidupan bersama chinese dan mereka memang jarang mengucapkan terima kasih. Bahkan mereka yang saking dekatnya dengan saya bahkan terkadang lupa kalau saya bukan chinese sehingga ada satu kejadian ketika rombongan kami (semuanya chinese kecuali saya) hendak memilih kafe untuk nongkrong. Dan ketika salah satu dari kami mengucapkan nama kafe tertentu , teman kami yang lain dengan lantang mengatakan,

"May wah... hiok coy huan nang ah" (gak mau ah, banyak orang pribumi).
Reflek saya berkata bahwa saya juga orang pribumi , dalam bahasa teochew.
Akhirnya kami semua tertawa dan dia berkata bahwa dia bahkan lupa kalaau saya ini bukan chinese.
Mengingat kedekatan tersebut, saya rasa alasan canggung tidaklah bisa diterapkan untuk masalah tidak mengucapkan terima kasih ini.

Hmmm... apakah mungkin chinese dengan etos kerjanya yang sangat tinggi, komitmen mereka yang sangat bisa diandalkan, dan kegigihan mereka dalam berusaha dan menjalin relasi terlalu sibvk menjaga kualitas kerja dan memandang bahwa terima kasih bukanlah hal yang terlalu penting?

Demikian penasarannya, saya mencoba googling demi mencari landasan atas kemungkinan kebiasaan ini, seperti halnya saya menemukan jawaban kenapa nenek2 chinese selalu bertanya "le ciak pao bue?" (Kamu udah makan apa belum), atau kenapa chinese lebih mentolerir alkohol daripada rokok.
Dan saya menemukan beberapa keluhan serupa di dunia maya... "why don't chinese say thanks?".

Hmm... bagaimana menurut anda?

UPDATED: Thanks buat +rochmadi m  atas pencerahannya dengan link yang bisa menjawab pertanyaan "why don't chinese people thanks?"

Ternyata memang dalam budaya cina, tidak ada kebiasaan bahkan akan terkesan aneh jika mengucapkan terima kasih untuk hal-hal kecil. Dalam budaya dan bahasa cina, ketika makan misalnya, orang cina akan berkata "Kesinikan sayurnya" daripada "Tolong dong sayurnya" ketika mereka meminta mangkok sayur digeser ke arah mereka di meja makan.

Ini bukan berarti mereka kasar, tapi seperti itulah budaya dan bahasanya.

Penjelasan mengenai mengapa chinese begitu pelit dengan kata terima kasih sepertinya bisa dibaca di sini





0 komentar:

Posting Komentar