KEMARAHAN: CARA MUDAH DAN AMPUH MENGATASINYA

Kemarahan, siapapun pernah marah. Coba bayangkan, kendaraan sobat ditabrak dari belakang, lalu sampai di kantor kena omel boss, trus rekan  kerja mencuri ide-ide anda, lalu mengalami masalah kartu kredit, menelpon cusomer service dan mendapat jawaban "maaf, seluruh customer service kami sedang sibuk".

Senakin kompleks kehidupan kita, semakin banyak orang yang kita kenal, semakin banyak rutinitas, semakin banyak juga hal-hal yang dapat memicu kemarahan. Tebegaya juga suka marah, marah banget kadang-kadang. Tebegaya sama sekali tidak menikmati kemarahan, dan sebagian besar orang juga tentunya. Lebih bahaya lagi, kemarahan dapat menimbulkan sakit kepala, nyeri punggung, mual-mual dan gejala lainnya.


Ini adalah perkara hormon
Menurut Daniel Goleman (Emotional Intelligence: Why it Can Matter More Than IQ, Bantam, 1995) suatu ancaman dalam kehidupan atau ancaman terhadap rasa aman serta harga diri akan memicu dua bagian gelombang limbik. Pertama, dilepaskannya hormon yang dinamakan KATEKOLAMIN yang menghasilkan aliran energi yang berlangsung selama beberapa menit. Kedua, gairah ADRENOKORTIKAL yang dapat membuat anda gelisah dan ini bertahan dalam tubuh anda sampai berjam-jam bahkan berhari-hari. Ini menjelaskan kenapa tebegaya menjadi semakin mudah marah jika sebelumnya telah mengalami hal yang tidak menyenangkan. Padahal kejadian sebelumnya gak ada kaitannya sama sekali dengan kejadian kedua. Jadi biar gak ada hubungannya, tebegaya akan lebih mudah marah atas insiden kedua akibat masih tersisanya kemarahan pada insiden sebelumnya.

Apa yang harus dilakukan
Tebegaya sebenarnya tahu,daripada bersikap impulsif, ada baiknya kita berusaha menahan diri dan mendinginkan kemarahan, baru kemudian menghadapi situasi atau orang yang bersangkutan secara tenang dan berkepala dingin. Ada yang bilang kalau mau marah, tundalah kemarahan selama 5 menit, baru ngomong. Tapi ternyata, 5 menit itu gak cukup. Penelitian menunjukan bahwa kita memerlukan waktu sampai 20 menit untuk bisa pulih dari intensitas rangsangan psikologis. Ingat, bahwa ketika diri kita dibanjiri oleh emosi negatif, kemampuan untuk mendengar, berfikir dan berbicara menjadi sangat terganggu. Jadi tungu aja 20 menit sebelum mengungkapkan kekecewaan anda. Dan dalam selang waktu itu, kita bisa mencoba beberapa tekhnik untuk meredakan kemarahan.


1. Memahami akar kemarahan
Kenapa? karena kalau kita sudah mengetahui akar kemarahan kita, maka akan lebih mudah bagi kita untuk mempertimbangkan apa yang terjadi dan menindak lanjutinya.

2. Pantau perasaan dan sensasi tubuh yang kita alami serta rasakan pada saat kita marah.
Belajar menggunakan perasaan tersebut sebagai isyarat untuk berhenti dan menyadari apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

3. Ubah pemikiran-pemikiran yang memicu kemarahan, dan tafsirkan situasi dengan sudut pandang yang berbeda.
Mungkin bukan cuma tebegaya yang kadang kelepasan bilang, "Lu emang pengennya yah jelek-jelekin gue". Ternyata ada baiknya kita mencoba berfikir "oh, dia kayaknya mengalami hari yang buruk". atau "enak aja lu motong sembarangan, mau bunuh gua ya?", ada baiknya juga kita berfikir "Supir tadi mungkin gak ngelihat saya".

Semakin cepat kita mampu merubah penafsiran terhadap situasi, maka akan semakin baik hasilnya. Renungkan penyebab kemarahan dan lihat dari sudut pandang berbeda.Ini adalah cara yang paling ampuh mengendalikan kemarahan.

4. Tulis kemarahan di kertas
Setelah tertulis di kertas, cobalah pertimbangkan dan telaah kembali. Atau bisa juga menulis surat untuk orang yang ingin anda marahi, lalu robek-robek lagi. Cuma musti waspada, terlalu lama berkutat dengan penyebab kemarahan anda, maka semakin besar kemungkinan anda terjebak dalam pembenaran diri berlebihan. Jadi, kita coba untuk tidak mengompori diri sendiri deh.

5. Identifikasi dan ekspresikan perasaan yang "mendahului" kemarahan.
Kemarahan seringkali adalah emosi sekunder, meledak dibelakang perasaan lain, seperti frustasi, dendam, penghinaan, atau ketakutan. Cobalah untuk menyadari emosi tersebut dan ekspresikanlah, bukan marah-marah.

6. Respon yang asertif.
Tujuannya bukan untuk menekan kemarahannya, tapi untuk mengekspresikan kemarahan dengan cara yang tidak agresif. Menyalahkan, menuduh, dan menyebutkan nama adalah contoh  tindakan agresif. Ternyata, menyatakan pikiran kita secara tenang dan tegas itu adalah cara penanganan konflik yang jauh lebih ampuh.

7. Rileks
Kemarahan adalah sebuah gairah, atau nafsu tingkat tinggi, jadi hal yang paling bermanfaat yang dapat kita lakukan adalah melakukan aktifitas yang bisa mengurangi tekanan darah dan detak jantung, seperti yoga, peregangan, pernafasan dalam, pijat, atau meditasi. Aktifitas lainnya, seperti melukis dan berkebun juga sangat membantu. Tebegaya mungkin akan lebih senang dilukis. Hahaha, sayang tidak ada keterangan bahwa dilukis bisa membuat kita tenang yah.

8. Melepaskan kemarahan anda.
Jika kemarahan pada situasi atau orang tertentu benar-benar menyiksa kita, dan tak satupun dari tekhnik di atas membantu, maka ambilah sebuah keputusan yang paling berani dan juga paling sulit, lepaskan saja kemarahannya. Jika kemarahan tersebut adalah sebuah luka lama dan sangat dalam di hati (tebegaya menyukai istilah ini loh...), melepaskan amarah bisa menjadi awal dari penyembuhan. Pertimbangkan juga bantuan dari konselor atau ahli terapi profesional.

Hmm, tebegaya memang suka marah, dan coba menggunakan tekhnik diatas, lumayan membantu. Bagaimana dengan sobat? Jangan marah-marah terus, nanti cepet tua. Nenek tebegaya pernah bilang gitu. Hahahaha....

Disarikan oleh tebegaya dari tulisan Dianne Schilling: 
How to Cope with Anger:
Reappraise...Respond...Relinquish...Relax..
di womensmedia


2 komentar: